
www.pa-muarabungo.go.id Ketua Pengadilan Tinggi Agama Jambi mengambil langkah strategis dalam menyikapi persoalan hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian. Hal tersebut dijalin dengan Nota Kesepahaman (MoU) atau Kesepakatan Bersama antara Pengadilan Tinggi Agama Jambi dan Pemerintah Provinsi Jambi. Secara khusus kegiatan ini mengusung tema “Sinergi Pelayanan Pemenuhan Hak-Hak Perempuan dan Anak Pascaperceraian dan Pencegahan Perkawinan Anak”.
Kegiatan Nota Kesepahaman (MoU) atau Kesepakatan Bersama bertempat di Aula Rumah Dinas Gubernur Jambi dan dilakukan langsung oleh Gubernur Jambi, Dr. H. Al Haris, S.Sos., dan Ketua Pengadilan Tinggi Agama Jambi, Dr. H. Chazim Maksalina, M.H. dihadiri Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, Drs. H. Muchlis, S.H., M.H dan seluruh Ketua, Panitera dan Sekretarus PA se Wilayah PTA Jambi. sekaligus memberikan sambutan dan apresiasi langkah strategis ini.
Dalam sambutannya Dirjen Badilag menyampaikan kolaborasi semacam ini sejalan dengan praktik terbaik di berbagai negara, seperti Malaysia dengan Bahagian Sokongan Keluarga (BSK) dan Australia dengan Department of Human Services (DHS), yang telah sukses memastikan pemenuhan nafkah anak dan perlindungan bagi pihak yang rentan pasca perceraian.
Beliau juga menekankan Nota Kesepahaman ini diharapkan dapat segera diimplementasikan dalam bentuk program-program konkret yang langsung menyentuh masyarakat. MoU ini bukan sekadar formalitas, melainkan komitmen bersama untuk menciptakan mekanisme yang efektif, efisien, dan ramah dalam memberikan akses keadilan, serta secara khusus menangani pencegahan perkawinan anak menuju Indonesia Emas.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Pengadilan Tinggi Agama Jambi, ia menyampaikan bahwa kebijakan ini merupakan bentuk implementasi Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum dan keberpihakan negara terhadap keadilan substantif serta menunjukkan bahwa perceraian bukanlah akhir dari tanggung jawab seorang ayah terhadap anak-anaknya bukan pula akhir dari kewajiban suami terhadap mantan istrinya yang secara hukum berhak mendapatkan nafkah pasca perceraian sebagaimana telah diputuskan oleh Pengadilan.
“Selain itu, isu perkawinan dini juga menjadi perhatian serius kita bersama. Data dan fakta menunjukkan bahwa perkawinan di usia anak seringkali berujung pada permasalahan sosial, pendidikan yang terputus, kekerasan dalam rumah tangga, hingga kemiskinan struktural. Maka dari itu, edukasi dan pencegahan menjadi kunci, dan kerja sama lintas sektor mutlak diperlukan”. Ujarnya. (Jurdilaga)





























